Sabtu, 04 Desember 2010

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab 1

Pendahuluan



Pada bab ini Anda akan mempelajari:
·        Definisi Ilmu Faraid
·        Keutamaan Belajar Ilmu Faraid
·        Membagi Warisan Harus Berdasarkan Syariat  Islam

Definisi Ilmu Faraid

          Faraid adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang bermakna sesuatu yang diwajibkan, atau pembagian yang telah ditentukan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Ilmu faraid adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam.

Keutamaan Belajar Ilmu Faraid

            Ilmu faraid merupakan salah satu disiplin ilmu di dalam Islam yang sangat utama untuk dipelajari. Dengan menguasai ilmu faraid, maka Insya Allah kita dapat mencegah perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta warisan, sehingga orang yang mempelajarinya Insya Allah akan mempunyai kedudukan yang tinggi dan mendapatkan pahala yang besar disisi Allah swt.

          Silahkan dibaca dan perhatikan ayat-ayat mengenai waris di dalam Al-Qur’an, terutama ayat 11, 12 dan 176 pada surat an-Nisaa’. Allah swt sedemikian detail dalam menjelaskan bagian warisan untuk setiap ahli waris, yaitu dari seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, seperenam, dan seterusnya berikut dengan kondisi-kondisinya yang mungkin terjadi.

          Di bawah ini adalah beberapa hadits Nabi saw. yang menjelaskan beberapa keutamaan dan anjuran untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu faraid:

-         Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas ketentuannya), sunnah Nabi saw. yang dilaksanakan, dan ilmu faraid." (HR Ibnu Majah)

-         Ibnu Mas'ud r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka." (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim)

-         Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku." (HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni)

-         Dalam riwayat lain disebutkan, "Pelajarilah ilmu faraid, karena ia termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku." (HR Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)

          Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan ilmu ini, sehingga mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu mereka untuk menelaah, mengajarkan, menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraid, serta mengarang beberapa buku tentang faraid. Mereka melakukan hal ini karena anjuran Rasulullah saw. diatas.
Umar bin Khattab telah berkata, "Pelajarilah ilmu faraid, karena ia sesungguhnya termasuk bagian dari agama kalian." Kemudian Amirul Mu'minin berkata lagi, "Jika kalian berbicara, bicaralah dengan ilmu faraid, dan jika kalian bermain-main, bermain-mainlah dengan satu lemparan." Kemudian Amirul Mu'minin berkata kembali, "Pelajarilah ilmu faraid, ilmu nahwu, dan ilmu hadits sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur’an."

          Ibnu Abbas ra. berkomentar tentang ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “...Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (Al-Anfaal - 73), menurut beliau makna ayat diatas adalah jika kita tidak melaksanakan pembagian harta waris sesuai yang diperintahkan Allah swt. kepada kita, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.

          Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata, "Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dan tidak cakap (pandai) di dalam ilmu faraid, adalah seperti mantel yang tidak bertudung kepala."

          Demikianlah, ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para sahabat dan orang-orang shaleh dahulu, sehingga menjadi jelas bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia dan perkara-perkara yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya.

Membagi Warisan Harus Berdasarkan Syariat  Islam

          Maha Sempurna Allah yang telah menjadikan harta sebagai pokok kehidupan bagi manusia, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya di dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Q.S. an-Nisaa’ – 5)

           Demikianlah, Dia telah menetapkan harta sebagai pokok kehidupan bagi manusia, maka Dia telah menetapkan pula beberapa peraturan mutlak yang harus kita ikuti dalam mengatur harta yang telah diberikan-Nya tersebut, agar digunakan secara benar sesuai dengan ketentuan dan perintah-Nya. Salah satu ketetapan Allah mengenai pengaturan harta adalah mengenai tata cara pembagian harta warisan yang ditinggalkan oleh seseorang ketika telah wafat.

          Dalam membagi warisan, kita harus membaginya secara adil berdasarkan syariat Islam yang telah disampaikan melalui Al-Qur’an, sunnah Rasul-Nya, serta ijma’ para ulama. Dia menjanjikan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai kepada para hamba-Nya, yang tunduk ikhlas dalam menjalankan ketentuan pembagian waris ini. Dia juga mengancam hamba-Nya yang menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan, baik dengan menambahkan, mengurangi, maupun mengharamkan ahli waris yang benar-benar berhak mewarisi dan memberikan bagian kepada ahli waris yang tidak berhak mewarisinya, dengan ancaman neraka dan siksa yang menghinakan.

           Perhatikanlah, setelah menjelaskan hukum-hukum waris di dalam surat yang sama, Allah swt. berfirman di dalam ayat berikutnya: “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (Q.S. an-Nisaa' – 13,14).

          Seorang hamba yang beriman kepada Allah dan hari kiamat tentunya akan tunduk patuh dalam menjalankan ketetapan dari Allah, apapun resikonya. Mereka sangat yakin dan memahami firman Allah yang telah disampaikan-Nya di dalam Al-Qur’an, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. al-Ahzaab – 36)

          Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam membagi harta warisan ini. Jangan sampai orang yang berhak untuk mendapatkan hak waris menurut syariat Islam, menjadi tidak mendapatkan hak warisnya, dan sebaliknya malah orang yang tidak berhak menjadi mendapatkan harta waris. Tentunya kita tidak akan dapat membagi harta waris ini dengan adil berdasarkan syariat Islam, kecuali jika kita telah mengetahui ilmunya. Oleh karena itu, saya mengajak kepada pembaca semua, hendaknya masing-masing kita bersungguh-sungguh untuk belajar tata cara pembagian harta warisan ini.

KATA PENGANTAR


Kata Pengantar



          Alhamdulillah, saya panjatkan syukur ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla, Tuhan yang Maha Esa, pencipta seluruh manusia dan mahluk di alam semesta ini. Saya memuji, ruku’, serta sujud kepada Allah, dzat yang Maha Besar, Maha Mulia, Maha Suci, Maha Agung dan Maha Cepat Perhitungannya. Ya Allah, limpahkanlah curahan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad saw., hamba dan utusan-Mu yang mulia, nabi pembawa cahaya, penyampai wahyu dan amanah-Mu yang sangat jujur terpercaya, serta penutup para nabi. Saya haturkan pula salam sejahtera kepada keluarga Nabi, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.

          Adalah kewajiban bagi para ahli waris, selain mengurus, memandikan, memberi kain kafan, menshalatkan, serta menguburkan jenazah pewaris, juga harus bertanggung jawab dalam menunaikan segala wasiat, pembayaran hutang serta pembagian warisan secara adil diantara mereka. Allah swt. telah menetapkan tata cara pembagian warisan ini di dalam Al-Qur’an secara detail, agar tidak ada ahli waris yang terzhalimi dalam menerima hak warisannya, dan agar semua ahli waris dapat menerima secara ikhlas ketetapan pembagian tersebut, karena yang menetapkan adalah Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Adil.

          Maka pada kesempatan umur yang masih Allah berikan ini, saya mencoba untuk menghadirkan kepada rekan-rekan semua FaraidWeb 1.0, yang berisi kumpulan teori tentang ilmu faraid, yaitu ilmu yang mengatur tata cara pembagian harta warisan berdasarkan syariat Islam. Selain teori ilmu faraid dan tata cara perhitungannya, di dalam software ini disertakan pula contoh-contoh soal serta jawabannya yang dijelaskan tata cara perhitungannya (jalan-jalannya), sehingga bagi pembaca yang awam mudah-mudahan akan lebih mudah dalam memahaminya.

         Hendaknya masing-masing kita berupaya dan bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu faraid ini, kendatipun awalnya mungkin terasa sulit. Sesungguhnya Allah telah berjanji sebanyak dua kali di dalam surat yang sama, bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Alam Nasyrah – 5,6).

         Semoga software ini dapat menjadi salah satu referensi bagi para pembaca dalam mempelajari ilmu faraid. Saya berdo’a kepada Allah, semoga software ini akan menjadi amal saleh bagi penyusunnya yang dapat diharapkan untuk menjadi bekal yang kekal di dunia dan di akhirat nanti, dan semoga software ini akan memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya kepada kaum muslimin dan muslimah dimanapun berada. Cukuplah Allah sebagai tujuan kita, dan Dia akan membalas amal-amal hamba-Nya yang ikhlas, dengan keridhaan-Nya, ampunan-Nya serta surga-Nya yang seluas langit dan bumi.

Penyusun,

Sofyan Efendi

KAIDAH PERTAMA

KAIDAH PERTAMA
الامور بمقاصدها
“Segala sesuatu (perbuatan) tergantung kepada tujuannya”
     Yang menjadi dasar kaidah ini ialah Firman-firman Alloh dan Hadist-hadist Nabi, diantaranya:
وماأمروا الاليبدواالله مخلصين له الدين حنفاء.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah ALLoh SWT. Dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam agama dengan lurus”.
ومن يرد ثواب الدنيا نؤته منها ومن يرد تواب الاخرة نؤته منها.
“Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) pahala akhirat itu”.
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ مانوى.  {أخرجه عن عمر ابن الخطاب}
“Sesungguhnya segala amal hanyalah menurut niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah apa yang diniatkannya”.
انّك لن تنفق نفقة تبتغي بها وجه الله الا اجرت فيها حتي ما تجعل في امرأتك. {احرجه البخارى عن سعد ابن أبي وقاص}
“Sesungguhnya semua nafkah yang kamu nafkahkan dengan niat mencari keridloan Alloh SWT. , tentu engkau mendapatkan pahalanya, sehingga (mengenai) apa yang kamu berikan kepada istrimu”.
    Imam Ahmad sependapat dengan Imam Syafi’i, bahwa hadist niat ini termasuk salah satu dari tiga hadist yang menjadi tempat  kembalinya seluruh hukum-hukum agama, sedangkan hadist yang kedua ialah :
من احدث في امرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ. {متفق عليه}
“Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan agamaku ini dengan sesuatu yang tidak berasal/berdasar dari agama, maka tertolak”. Hadist yang ke-tiga :
الحلال بيّن والحرام بيّن وبينهما امور مشتبهات لا يعلمهنّ كثير من الناس فمن اتقي الشّبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه.        
(رواه متفق عليه)
    “ Yang halal itu telah jelas dan yang haram juga jelas, di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat (tidak jelas kehalalnya dan keharamannya) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang takut/menghindari syubhat, maka telah benar-benar selamat agama dan kehormatannya”.
انّما يبعث الناس علي نياتهم. (تخرجه ابن ماجه عن أبي هريرة)
    “ Sesungguhnya manusia itu akan dibangkitkan (untuk memperoleh balasan) sesuai dengan niat masing-masing”.
     Demikianlah dasar-dasar kaidah di atas. Adapun pengertiannya ialah bahwa setiap amal perbuatan, baik dalam berhubungan dengan Alloh SWT  maupun dengan sesama makhluk, nilainya ditentukan oleh niat serta tujuan yang dilakukannya.
     Dalam perbuatan ibadah yang hubungannya dengan Alloh SWT, niat karena Alloh SWT merupakan rukun, sehingga menentukan sah atau tidaknya suatu amal. Sedangkan perbuatan yang berhubungan dengan sesama makhluk, niat merupakan penentu. Seperti mu’amalah, munakahah, jinayat dan sebagainya , maka apakah perbuatan-perbuatan tersebut mempunyai nilai ibadah atau sebaliknya perbuatan yang mengandung dosa.
     Di samping itu, niat merupakan pembeda tingkatan suatu ibadah, misalnya ibadah itu fardlu atau sunnah,  juga menjadi pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lain, dan pembeda antara ibadah dan bukan ibadah yaitu perbuatan kebiasaan. Contohnya seperti wudlu dan mandi, bisa berlaku sebagai ibadah kalau diniatkan ibadah dan juga bisa hanya sekedar mendinginkan badan atau membersihkan badan kalau ia hanya niat membersihkan badan saja dan banyak lagi contoh seperti itu, semua bentuk pelaksanaanya sama tetapi kedudukannya tidak sama tergantung niatnya.Hampir semua masalah fiqih kembali pada kaidah yang pertama ini.
     Niat harus sudah ada pada permulaan melakukan perbuatan, sedangkan tempat niat adalah di dalam hati, sehingga untuk mengetahui sejauhmana niat dari yang berbuat, harus kita ketahui tanda-tanda/petunjuk-petunjuk yang dapat dijadikan alat untuk mengetahui macam niat orang yang berbuat. Seorang yang menyebabkan matinya seseorang akan berbeda hukumannya tergantung pada niatnya, disengaja atau tidak, ada niat atau tidak.
     Niat juga merupakan suatu ibadah tersendiri seperti yang terdapat dalam hadist.
نِيَّةٌ  الْمُؤمِنُ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ.
    “Niat seorang mu’min itu lebih baik dibanding amalnya(tanpa niat)”.
    Seorang mu’min niat beramal kebaikan karena Alloh SWT kemudian ia tidak dapat melaksanakannya maka dia mendapat pahala, kalau tanpa niat meskipun ia beramal tak mendapat pahala.
    Cukup sampai di sini dulu, untuk pengembangan kaidah yang pertama ini nanti pada postingan berikutnya.

    




Rabu, 01 Desember 2010

Maulid Nabi dan Bangkitnya Semangat Juang

     SEBAGAI pembuka wacana, ada baiknya kita kutip amanat Presiden Soekarno pada peringatan maulid Nabi Muhammad saw. di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, tanggal 6 Agustus 1963 (Penerbitan Sekretariat Negara No. 618/1963).
"Sore-sore saya dibawa oleh Presiden Suriah Sukri al-Kuwatly ke makam Salahuddin. Lantas Presiden Kuwatly bertanya kepada saya, apakah Presiden Soekarno mengetahui siapa yang dimakamkan di sini? Saya berkata, saya tahu, of course I know. This is Salahuddin, the great warrior, kataku. Presiden Kuwatly berkata, tetapi ada satu jasa Salahuddin yang barangkali Presiden Soekarno belum mengetahui. What is that, saya bertanya.
Jawab Presiden Kuwatly, Salahuddin inilah yang mengobarkan api semangat Islam, api perjuangan Islam dengan cara memerintahkan kepada umat Islam supaya tiap tahun diadakan perayaan maulid nabi. Jadi Salahuddin, saudara-saudara, sejak Salahuddin tiap-tiap tahun umat Islam memperingati lahirnya, dan dikatakan oleh Pak Mulyadi tadi, juga wafatnya Nabi Muhammad saw. peringatan maulid nabi ini oleh Salahuddin dipergunakan untuk membangkitkan semangat Islam, sebab pada waktu itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri terhadap serangan-serangan dari luar pada Perang Salib. Sebagai strateeg besar, saudara-saudara, bahkan sebagai massapsycholoog besar, artinya orang yang mengetahui ilmu jiwa dari rakyat jelata, Salahuddin memerintahkan tiap tahun peringatilah maulid nabi.
Sebagaimana dijelaskan dalam amanat Bung Karno di atas, peringatan maulid nabi untuk pertama kalinya dilaksanakan atas prakarsa Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (memerintah tahun 1174-1193 Masehi atau 570-590 Hijriah) dari Dinasti Bani Ayyub, yang dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama "Saladin". Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.
     Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
     Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
     Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.
     Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.
Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
     Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga, Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan maulid nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang "pengampunan" yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, "Dia mengampuni").
     Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata gerebeg artinya "mengikuti", yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan maulid nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idulfitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Iduladha).

Keunikan suku Quraisy

     Hal yang menarik untuk kita kaji adalah mengapa nabi dan rasul terakhir bagi umat manusia dibangkitkan Allah dari kalangan suku Quraisy di Semenanjung Arabia? Jawaban atas pertanyaan ini diberikan oleh Allah sendiri dalam Alquran Surat Quraisy ayat pertama dan kedua yang berbunyi, "Karena tradisi suku Quraisy. Tradisi mereka mengembara di musim dingin dan di musim panas".
     Kota suci Mekah pada mulanya bernama Baka atau Bakkah, sebagaimana tercantum dalam Ali Imran 96. Dalam bahasa Arab, kata baka mempunyai dua arti, "berderai air mata" dan "pohon balsam". Arti yang pertama berhubungan dengan gersangnya daerah itu sehingga seakan-akan tidak memberikan harapan, dan arti yang kedua berhubungan dengan banyaknya pohon balsam (genus commiphora) yang tumbuh di sana. Oleh karena huruf mim dan ba sama-sama huruf bilabial (bibir), nama Bakkah lama-kelamaan berubah menjadi Makkah.
     Karena kota Mekah sangat gersang, orang-orang Quraisy penghuni kota itu tidak mungkin hidup dari sektor agraris (pertanian), melainkan harus mengembangkan sektor bisnis (perdagangan). Dibandingkan suku-suku lain di Semenanjung Arabia, suku Quraisy memiliki watak istimewa, tahan segala cuaca! Mereka memiliki tradisi (ilaf) gemar mengembara baik di musim dingin maupun di musim panas untuk berniaga.
     Pada mulanya sebagian besar suku Quraisy memusuhi Islam sehingga Nabi Muhammad saw. dan para pengikut beliau harus meninggalkan kampung halaman berhijrah ke Madinah. Akan tetapi akhirnya seluruh orang Quraisy memeluk agama Islam, terutama setelah Rasulullah menguasai Mekah. Tradisi gemar mengembara dari suku Quraisy merupakan salah satu faktor yang ikut mempercepat penyebaran agama Islam. Hanya satu abad sesudah nabi wafat, pada pertengahan abad ke-8 kekuasaan Islam membentang dari Spanyol sampai Xinjiang.
     Rupanya sudah menjadi sunnatullah (hukum Ilahi) bahwa suatu ide atau ajaran akan cepat berkembang luas apabila disebarkan oleh orang-orang yang gemar mengembara. Dalam sejarah tanah air kita, organisasi Muhammadiyah memiliki pengalaman serupa. Pada zaman pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan, organisasi dakwah yang lahir di Yogyakarta ini baru tersebar di Pulau Jawa. Muhammadiyah segera berkembang cepat ke seluruh Nusantara setelah disebarkan oleh dua suku pengembara, orang-orang Minangkabau dan orang-orang Bugis.
     Gersangnya daerah Mekah membawa hikmah lain, dua kekuatan adikuasa pada zaman Nabi Muhammad saw., yaitu Romawi dan Persia, tidak berminat untuk menguasai Mekah. Demikian pula ketika pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 kolonial Inggris dan Prancis berbagi kekuasaan di Timur Tengah, daerah Mekah sama sekali tidaklah mereka jamah. Dari zaman nabi sampai sekarang, Kakbah (Rumah Allah) tidak pernah berada di bawah dominasi kekuasaan kelompok non-Muslim.
     Ketika Nabi Ibrahim a.s. dan putera beliau Nabi Ismail a.s. mendirikan Rumah Allah, yaitu Kakbah sekarang, Nabi Ibrahim a.s. berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini aman sentosa, dan anugerahkanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari akhirat." (Surat Al-Baqarah 126). Doa Nabi Ibrahim a.s. tersebut dikabulkan oleh Allah secara kontinu sampai hari ini! Meskipun tanah Mekah gersang dan tidak memproduksi buah-buahan, para jemaah haji dapat menyaksikan sendiri bahwa buah-buahan apa pun jenisnya dapat kita jumpai di Mekah, mulai dari anggur Prancis sampai pisang Ekuador.
     Air pun kini berlimpah di Mekah. Di samping sumber telaga Zamzam yang tidak pernah kering, pemerintah Arab Saudi menggunakan teknologi modern dalam menyediakan air bersih dari hasil penyulingan (destilasi) air laut. Dengan teknologi tinggi yang disebut flash distillation, tekanan diturunkan sedemikian rupa sehingga air laut mendidih pada suhu 50 derajat Celsius, lalu uap air yang sudah terpisah dari garam-garam dilewatkan melalui alat pengembun (kondensor) supaya cair kembali. Proses ini cukup murah sebab hemat energi. Di Jeddah pabrik penyulingan air laut semacam ini memproduksi 50 juta liter air bersih per hari, dan sebagian besar disalurkan ke Kota Mekah untuk keperluan para jemaah haji.
     Sebagai penutup uraian, ada tiga kesimpulan yang patut kita petik. Pertama, perayaan maulid nabi kita selenggarakan untuk meningkatkan semangat juang dan sebagai alat dakwah. Kedua, Nabi dan rasul terakhir Muhammad saw. sengaja dibangkitkan Allah dari kota Mekah yang gersang, yang penduduknya bersifat gemar mengembara, untuk efektivitas penyebaran agama Allah. Ketiga, Allah senantiasa menganugerahi Mekah bahan makanan dan air yang berlimpah, serta melindungi kota suci itu dari dominasi kekuasaan kelompok lain. Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.***

Oleh IRFAN ANSHORY
Penulis tinggal di Jln. Kayu Agung Bandung

Qowa’idul Fiqhiyyah


بسم الله الرحمن الرحيم
MEMBAHAS KAIDAH YANG LIMA
Lima kaidah yang menurut sebagian ulama’ seluruh masalah fiqh dikembalikan kepadanya, ialah :
  1. الامور بمقاصدها “Segala sesuatu (perbuatan) tergantung pada tujuannya”.
  2. اليقين لايزال بااشك “Yang sudah yakin tidak dapat dihapuskan oleh keraguaan”.
  3. المشقة تجلب التيسير “Kesukaran itu menimbulkan adanya kemudahan”.
  4. الضرريزال . "”Kemadlorotan itu harus dihilangkan
  5. العادة محكمة “Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum”.
Sedangkan Imam Muhammad ‘Izzuddin bin Abdis Salam mengembalika hukum fiqh keseluruhannya kepada dua kalimat, yaitu :
درء المفاسد وجلب المصالح. “Menghindari kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan”.
Sebagian Ulama’ mengembalikan kepada satu kalimat, yaitu :
جلب المصالح “Mendatangkan kemaslahatan”.
Karena meniadakan Kerusakan sudah tercakup dalam pengertian mendatangkan
kemaslahatan.
Menurut Syeikh Tajuddin As-Subki, pengembalian kepada satu atau dua kalimat adalah pengembalian kepada kaidah yang sangat umum, tetapi kalau dikehendaki pengembalian kepada kaidah yang lebih jelas, maka akan kembali kepada 50 kaidah bahkan 200 kaidah.
Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template